Audit Mutu Internal (AMI) adalah proses sistematis, mandiri, dan terdokumentasi yang bertujuan untuk menentukan apakah kegiatan mutu dan hasilnya sesuai dengan standar, prosedur, atau peraturan yang telah ditetapkan oleh institusi serta diterapkan secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi. AMI berfungsi sebagai alat bagi manajemen untuk mengevaluasi pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Melalui AMI, organisasi dapat menilai tingkat kesesuaian terhadap standar mutu internal yang telah ditetapkan.
Salah satu aspek penting dalam AMI adalah penulisan temuan ketidaksesuaian, yang dicatat dalam laporan audit dan diserahkan kepada auditee (orang atau unit yang diaudit) untuk tindakan perbaikan. Untuk memastikan laporan ketidaksesuaian efektif dan informatif, penulisannya harus mengikuti kaidah PLOR, yang terdiri dari Problem (Masalah), Location (Lokasi), Objective (Bukti-Bukti Pendukung), dan Reference (Referensi). Berikut penjelasan lebih rinci mengenai kaidah ini:
Problem (Masalah)
Temuan ketidaksesuaian harus menjelaskan secara jelas dan rinci masalah yang ditemukan selama audit. Ini termasuk ketidaksesuaian antara dokumen dan pelaksanaannya, baik saat pemeriksaan dokumen (desk audit) maupun pemeriksaan lapangan (field audit). Penjelasan mengenai masalah harus mencakup konteks dan dampak dari ketidaksesuaian tersebut untuk memudahkan auditee dalam memahami dan melakukan perbaikan.
Location (Lokasi Masalah Ditemukan)
Penting untuk menyebutkan lokasi di mana ketidaksesuaian ditemukan dengan detail yang memadai. Informasi ini memungkinkan auditee untuk dengan cepat menelusuri dan memperbaiki masalah. Lokasi dapat mencakup nama unit kerja, departemen, atau area spesifik yang terkait dengan temuan ketidaksesuaian. Semakin rinci informasi lokasi, semakin efektif tindakan perbaikan yang dapat dilakukan.
Objective (Bukti-Bukti Pendukung)
Temuan audit harus didasarkan pada bukti objektif. Auditee memiliki hak untuk mempertanyakan atau menyanggah temuan jika bukti pendukung tidak memadai. Oleh karena itu, auditor harus memastikan bahwa semua bukti yang dikumpulkan selama audit dicatat dengan akurat dan jelas. Bukti-bukti ini bisa berupa nomor dokumen, nomor formulir, catatan wawancara, atau data relevan lainnya yang mendukung temuan ketidaksesuaian.
Reference (Referensi yang Dilanggar)
Selama audit, auditor menggunakan daftar periksa sesuai dengan standar atau persyaratan yang berlaku. Penulisan ketidaksesuaian harus mencantumkan referensi spesifik dari standar atau persyaratan sistem manajemen yang dilanggar. Hal ini membantu auditee memahami bagian mana dari sistem manajemen yang tidak sesuai dan memerlukan perbaikan. Referensi yang jelas juga memudahkan auditor dan auditee untuk merujuk kembali ke standar yang relevan.
Contoh Penulisan Ketidaksesuaian:
“Pada Program Studi A, ditemukan tiga Rencana Pembelajaran Semester (RPS) dosen yang sudah tidak berlaku (obsolete) dan tidak mencantumkan waktu tatap muka. Dokumen yang dimaksud adalah RPS-PRO-001.Rev 00, RPS-PRO-002.Rev 00, dan RPS-PRO-003.Rev 00. Temuan ini telah dikonfirmasi dengan Ketua Program Studi. Ketidaksesuaian ini tidak sesuai dengan Standar Proses Pembelajaran Klausul 6.g, yang mengharuskan setiap RPS mencantumkan waktu tatap muka dan dilakukan peninjauan secara berkala untuk menyesuaikan dengan perkembangan keilmuan.”
Dengan mengikuti kaidah PLOR, laporan ketidaksesuaian akan menjadi lebih terstruktur, jelas, dan bermanfaat bagi auditee dalam melakukan tindakan perbaikan. Penulisan yang sistematis dan detail membantu memastikan bahwa proses AMI tidak hanya efektif dalam mengidentifikasi ketidaksesuaian, tetapi juga dalam mendukung perbaikan dan pemenuhan standar mutu yang diharapkan.